Parlemen Indonesia akan mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang telah lama tertunda minggu ini, seperti yang dilaporkan oleh Strait Times pada tanggal 13 September. Menurut RUU tersebut, operator data dapat menghadapi hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp5 miliar (USD334.400) karena membocorkan atau menyalahgunakan informasi pribadi. Institusi dapat mengumpulkan informasi pribadi untuk tujuan tertentu, namun harus menghapus data setelah tujuan tersebut tercapai. RUU ini juga mengatur bahwa operator data harus mendapatkan persetujuan dari setiap individu untuk menggunakan data mereka seperti nama, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan, yang memungkinkan setiap orang untuk menarik persetujuan mereka dan mendapatkan kompensasi untuk setiap pelanggaran.
Undang-undang ini dikeluarkan beberapa hari setelah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyelidiki dugaan kebocoran data 105 juta penduduk Indonesia, menyusul pembobolan data besar lainnya bulan lalu yang melibatkan lebih dari 17 juta pelanggan PLN. Meskipun sering terjadi pembobolan data berskala besar di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, baru sekarang DPR menyelesaikan RUU PDP yang telah lama dinanti-nantikan. Ketidaksepakatan mengenai siapa yang akan menjalankan badan pengawas perlindungan data yang baru membuat pengesahannya tertunda. Akhirnya, anggota parlemen dan pemerintah Indonesia sepakat untuk menempatkan Presiden sebagai penanggung jawab badan baru tersebut, sementara parlemen menjabarkan perannya. Pengesahan undang-undang privasi data menjadi semakin mendesak karena ekonomi digital Indonesia akan tumbuh menjadi USD146 miliar pada tahun 2025, menurut laporan terbaru yang disusun oleh Google [GOOG:US] Alphabet, Temasek Holdings dari Singapura, dan perusahaan konsultan global Bain & Co.
Sumber: