Indonesia Investment Authority (INA), lembaga pengelola dana investasi Indonesia, berencana untuk berinvestasi hingga USD1 milyar tahun ini, dengan fokus khusus pada pengembangan energi ramah lingkungan, seperti yang dilaporkan oleh Financial Times pada tanggal 21 April. Eddy Porwanto, kepala keuangan INA, mengatakan bahwa INA akan membelanjakan antara USD500 juta dan USD1 miliar tahun ini di semua sektor. Porwanto mengungkapkan bahwa INA sedang bernegosiasi mengenai potensi investasi di ekosistem kendaraan listrik dan energi panas bumi. Selain itu, INA juga sedang mempertimbangkan dukungan finansial untuk penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara, sebuah langkah yang akan berkontribusi pada transisi hijau di Indonesia. Dengan dana kelolaan sebesar USD9,5 miliar, INA telah menginvestasikan USD2,1 miliar sejak didirikan pada tahun 2021.

Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, sebuah elemen kunci yang banyak digunakan untuk memproduksi teknologi ramah lingkungan seperti panel surya, turbin angin, sistem penangkap karbon, dan baterai. Memanfaatkan sumber daya nikel yang melimpah, Indonesia telah menarik investasi miliaran dolar dari pabrik peleburan, pembuat baterai, dan produsen mobil. Selain berperan sebagai pemasok nikel, Indonesia bercita-cita untuk menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan transisi energi. Strategi investasi INA selaras dengan visi ini dengan memfasilitasi investasi dalam infrastruktur EV dan memanfaatkan lebih jauh potensi energi panas bumi yang sangat besar di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki sekitar 40% sumber daya panas bumi di dunia, Indonesia baru memasang 2,3 gigawatt (GW) energi panas bumi, yang mewakili kurang dari 10% dari total potensinya yang diketahui.

Sumber:

https://www.ft.com/content/451cfcfc-cbee-42c8-a1bf-8b174805c55d

https://www.asianinvestor.net/article/indonesian-swf-deputy-chief-outlines-green-investment-plans/483573