Indonesia telah membentuk peraturan baru, yang disebut Nilai Ekonomi Karbon, untuk membangun mekanisme pasar perdagangan karbon, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters pada tanggal 15 November. Kementerian Lingkungan Hidup menegaskan hal itu, meskipun pemerintah belum mengumumkan peraturan baru tersebut kepada publik. Mekanisme perdagangan karbon akan mengadopsi sistem cap-and-trade dengan pembayaran berbasis hasil, yang juga memerlukan bursa baru untuk didirikan sebagaimana disebutkan dalam peraturan baru tersebut. Untuk mengoperasikan mekanisme tersebut, pemerintah Indonesia harus menghitung dan mengevaluasi tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) tahunannya untuk menetapkan batas emisi bagi setiap sektor, guna mencapai target pengurangan emisinya. Menyusul mekanisme perdagangan karbon tersebut, pasar karbon Indonesia diharapkan akan diluncurkan pada tahun 2025.

Peraturan baru ini bisa dilihat sebagai peta jalan untuk mendorong Indonesia menuju gas rumah kaca (GRK) target pengurangan emisi pada tahun 2030, mengacu pada pengurangan emisi GRK sebesar 29% di bawah tingkat business-as-usual dengan upaya sendiri. Jika negara tersebut dapat menerima dukungan finansial dan teknis dari negara lain, rasionya akan mencapai hingga 41%, menurut peraturan barunya. Selain itu, peraturan tersebut menunjukkan pemangku kepentingan utama dari tindakan mitigasi iklim, seperti energi, transportasi, pengelolaan limbah, dan manufaktur. Peraturan tersebut juga menyebutkan munculnya kebijakan adaptasi iklim potensial setelah mempelajari dampak perubahan iklim pada kepulauannya yang terdiri dari 17.000 pulau. Selain aturan baru untuk perdagangan karbon, Indonesia juga mengesahkan kebijakan pajak karbon pada bulan Oktober, negara keempat di Asia.

Sumber:

https://www.reuters.com/business/cop/indonesia-introduces-carbon-trading-policy-reduce-emission-2021-11-15/

https://www.reuters.com/world/asia-pacific/indonesias-new-carbon-tax-signals-higher-power-costs-amid-calls-clarity-2021-10-08/