Presiden Indonesia Joko Widodo akan meminta bantuan Cina untuk proyek-proyek energi terbarukan dan infrastruktur dalam Belt and Road Forum di Beijing, seperti yang dilaporkan oleh Reuters pada tanggal 16 Oktober. Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mendekarbonisasi sektor energinya dan mencapai emisi gas rumah kaca nol pada tahun 2060. Kolaborasi dengan Cina dipandang sebagai upaya paralel dengan Kemitraan Transisi Energi Adil (JETP), sebuah kesepakatan senilai USD20 milyar yang dimiliki Indonesia dengan sekelompok negara yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Namun, diskusi-diskusi JETP telah menghadapi berbagai tantangan, dengan para pejabat Indonesia yang menyatakan keprihatinan tentang keengganan negara-negara Barat untuk mendanai pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batu bara dan pemberlakuan suku bunga pinjaman yang tinggi. Indonesia tetap terbuka untuk berkolaborasi dengan negara manapun yang bersedia mendukung tujuan iklimnya, dengan menekankan bahwa kerja sama harus selaras dengan persyaratan dan rencana Indonesia.

Selama Belt and Road Forum, Presiden Jokowi akan memamerkan proyek kereta api berkecepatan tinggi senilai USD7,3 miliar yang disebut "Whoosh", yang didanai oleh pinjaman dari Tiongkok. Beliau berencana untuk membahas perpanjangan proyek kereta api ini sepanjang 700 kilometer ke kota Surabaya dan menjajaki hubungan dagang dengan para pemimpin Tiongkok, termasuk Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang. Dalam mencari dukungan Tiongkok, Indonesia menekankan pentingnya kemitraan yang selaras dengan cetak biru nasional dan potensi ekonominya, untuk memastikan bahwa upaya kolaboratif berkontribusi secara signifikan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dan iklim di Indonesia.

Sumber:

https://www.reuters.com/sustainability/indonesia-seek-chinas-help-develop-renewables-belt-road-forum-2023-10-16/